Rabu, 26 September 2012

Will Always Love You


Tercermin seorang gadis manis yang tengah duduk termenung di sudut apartemennya. Tak henti air mata mengalir di kelopak mata Aya, saat dia teringat akan kenangan pahit yang menghantuinya selama lima tahun terakhir. Sebuah kisah penuh suka, penuh duka, yang tak ada seorangpun dapat membayangkannya.

Teringat saat Dio, kekasihnya semasa SMA yang mengukir tajam sebuah cerita cinta di hatinya. Pada saat yang tak terduga, Dio mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya pada Aya, yang sebenarnya juga memiliki perasaan yang sama. Kisah asmara dua siswa SMA pun tak dapat terhindarkan. Aya yang saat itu dikenal sebagai gadis cantik, kaya, populer dan pandai, berpacaran dengan Dio, cowok playboy, unik, sederhana, kocak dan populer juga.
Dua tahun setelah kisah itu terajut, Aya diberi tahu ibunya kalau orang tuanya berniat menyuruh Aya untuk meneruskan sekolah di luar negeri. Mendengar hal tersebut, tentu saja Aya bingung, di satu sisi dia ingin membahagiakan orang tuanya, tapi di satu sisi dia sulit untuk meninggalkan Dio. Aya bingung, entah apa yang harus dia lakukan, haruskah dia memberi tahu Dio akan hal ini atau tidak. Iya kalau Dio bisa menerima hal tersebut dan bersedia menunggu Aya sampai Aya pulang, kalau tidak? Apa Aya bisa menjalani hidup tanpa Dio, kekasih yang sangat ia cintai. Tapi setelah Aya pikir-pikir, sebaiknya dia segera memberitahukan hal itu pada Dio,sebelum semuanya terlambat.
Apa yang dibayangkan oleh Aya menjadi kenyataan, Dio kaget dan tidak belum bisa menerima hal tersebut, bahkan dia mengajak Aya untuk mengakhiri hubungan mereka. Tentu saja Aya tidak mau, karena dia sama sekali tidak mengharapkan yang namanya perpisahan. Aya mengajak Dio untuk berunding, mencari jalan keluar terbaik untuk mereka. Akhirnya perundingan itu menuai kata sepakat, mereka tidak akan mengakhiri hubungan mereka, biarlah hubungan tersebut mengalir layaknya air dan biarlah waktu yang akan menjawabnya.
Waktu semakin berlalu, Aya merasakan ada yang berubah dari Dio, Dio terlihat lebih murung, terpancar kesedihan dalam sorot matanya. Pastinya, hal tersebut disebabkan karena dia belum siap jauh dari Aya yang selama ini berada di dekatnya.
Sebulan setelah kejadian itu, Aya mendengar kabar, kalau Dio sedang dekat dengan cewek luar kota, namanya Gita. Tentu hal itu sangat menyakitkan perasaan Aya . Aya berusaha tetap tegar dan ceria di depan Dio, walau di hati rasanya sakit, tapi dia berusaha tetap tenang untuk memperoleh kabar yang sebenarnya dari Dio, bukan dari orang lain, karena Aya percaya Dio tidak akan membohonginya. Tiba saatnya Aya meminta penjelasan Dio akan hal itu, dan Dio membenarkan hal tersebut, tapi dia bukannya dekat layaknya orang yang mengalami masa pendekatan, melainkan hanya sekedar menanyakan masalah kompetisi basket di sekolah Gita. Percaya atau tidak, Aya menerima saja apa kata Dio, karena dia tidak mau semakin terbebani masalah seperti ini, di sisi lain hatinya miris melihat nilai-nilainya yang semakin menurun dari hari ke hari.
Seminggu setelah kejadian itu, Aya tidak bisa tenang, dia semakin takut kekasihnya akan meninggalkannya demi wanita lain. Perasaan tidak tenangnya mendorong Aya untuk menawar permintaan orang tuanya, dan akhirnya Ibu Aya memperbolehkan Aya meneruskan sekolahnya di Indonesia, tapi hal tersebut hanya bisa terjadi apabila Aya tidak terjaring seleksi untuk sekolah di luar negeri. Dengan perasaan gembira, Aya mengabarkan hal tersebut pada Dio, mendengar hal itu Dio amat senang, melebihi perasaan senang Aya.
Sikap Dio yang sempat kaku pun berubah seperti biasanya. Aya merasa lega melihat perubahan Dio tersebut. Akhirnya ia bisa mendengar tawa lepas Dio kembali.
Ujian nasional telah usai, Aya dan Dio sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan diri untuk berperang mengejar impian. Banyak tes-tes masuk perguruan tinggi negeri maupun swasta yang diikuti keduanya. Hingga tiba saat bagi Aya untuk mengikuti tes kuliah di Jerman yang sangat diimpikan oleh orang tua Aya.
Sesuatu yang terduga terjadi, Aya terjaring dalam seleksi kuliah di Jerman. Dio frustasi mengetahui hal tersebut, dia bingung, dia tidak siap jauh dari Aya, tapi dia harus merelakan semua. Aya pun juga demikian, dia tidak tega melihat keadaan Dio yang semakin memprihatinkan. Kesibukan masing-masing membuat Dio dan Aya jarang bertemu, bahkan tak ada waktu bagi mereka untuk melepas rindu.
Tiga minggu sebelum keberangkatan Aya ke Jerman, Dio terlihat sangat perhatian  kepada Aya, dan itu tentu saja membuat Aya bertanya-tanya mengenai apa yang membuat Dio menjadi seperti itu.Perubahan pada diri Dio malah membuat Aya curiga.
Beberapa hari kemudian Aya mendengar kabar Dio sedang dekat dengan adik kelas mereka yang bernama Dina. Tapi sebisa mungkin Aya menahan rasa curiga, dia berusaha menutupi semua sakit hatinya di depan Dio, dia tidak ingin ribut. Bersikap biasa saja, itulah yang Aya lakukan. Setiap melihat Dio, perih serasa diiris-iris hatinya.Tapi biarlah, Aya rela.
Dua hari menjelang keberangkatannya ke Jerman, Aya berniat berpamitan pada Dio. Aya ingin sekali bertemu dengan Dio, dan menyampaikan permohonannya agar Dio bersedia menemaninya selama dua hari menjelang keberangkatannya. Akhirnya, pergilah Aya ke rumah Dio.
Semua tak sesuai harapan, semua yang Aya inginkan hancur seketika. Dia melihat Dio sedang berduaan dengan Dina. Terbukti semua perkataan teman-temannya, bodohnya Aya menutup telinganya demi cowok tak tahu diuntung seperti Dio. Tanpa banyak bicara, Aya langsung berlari pulang meninggalkan rumah Dio. Dia tak kuat lagi menahan tangis, luapan amarah serta rasa sakit yang tak terkira.
Lewat pesan singkat, Aya menyampaikan maksud kedatangannya ke ponsel Dio. Hanya sekedar memberi tahu, Aya tidak ingin bertemu dengan Dio lagi. Dio bingung, dia tak tahu harus bagaimana lagi. Ponsel Aya sudah tidak dapat dihubungi, telepon rumah tak pernah diangkat, rumah Aya juga selalu tertutup rapat. Dio ingin menjelaskan semua kepada Aya, ia ingin meminta maaf atas apa yang telah terjadi, tapi Aya tak memberinya kesempatan.
Tepat pada hari keberangkatan Aya ke Jerman, Dio ingin memenuhi keinginan Aya, dia ingin meminta maaf kepada Aya dan memperbaiki kesalahannya, dia menyesal. Dio ingin mengucapkan salam perpisahan juga janji setia untuk menanti Aya kembali dan merajut kembali kisah baru, dan dia takkan mengulang kisah yang lalu.
Tiba-tiba….
BBRRRRRAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAKKKKKKKKKKKKKK………!!!!!!!
Motor Dio menabrak trailer. Darah bercucuran keluar dari seluruh tubuh Dio yang hancur atas kecelakaan tersebut.
Kring…kring…(Suara telepon di ponsel Aya)
“Ya, Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam, nak, kamu di mana?”
“Di jalan menuju bandara bunda, ada apa?”
“Nak, ibu baru mendapat kabar dari rumah sakit, Dio nak, Dio kecelakaan. Motornya menabrak trailer saat Dio menuju ke bandara nak.”
“Benarkah itu bunda? Dio? Ke Bandara Bund?”
       “Iya nak, kamu segera ke rumah sakit ya nak. Assalamu’alaikum.”
       “Iya bunda. Wa’alaikumsalam.”
       Hati Aya tersentak mengetahui hal tersebut. Dengan sigap ia meminta kepada Pak sopir taksi untuk berbalik arah menuju rumah sakit. Air mata bercucuran membasahi pipi Aya, bagaimanapun juga Dio masih kekasih yang amat dicintainya, walau Dio telah mengukir luka.
       “Dio.”
       “Aya. Itukah kamu?”
       “Iya Yo, kamu kenapa? Mau ngapain ke bandara?”
“Ay, maafin aku, aku nyesel Ay. Maafin aku, aku nggak sanggup jauh dari kamu Ay, aku lakuin itu semua sebagai bentuk protesku Ay, aku nggak maksa kamu mau nrima aku kaya dulu lagi, tapi setidaknya aku tahu kamu maafin aku. A..A..ak..aku…Aku sayang kamu Ay.”, ucap Dio.
“Yo,aku..”
Tiba-tiba Dio mengejang, menggenggam tangan Aya, lalu tergeletak lemah tanpa daya, seketika itu pula genggaman yang awalnya kuat itu terlepas.
“Dokter..!!! Dokter!!! Yo..Dio !!!....Jangan tinggalin aku Yo, Aku sayang kamu Yo!! Aku nggak mau kehilangan kamu Yo!! Dio!!” , teriak Aya.
Dokterpun datang, lalu memeriksa denyut  nadi Dio. Semua sudah terlambat. Dio sudah pergi.
“Mbak, anda saudaranya ananda Dio?”
“Bukan Dok, saya temannya.”
“Maaf Mbak, kami minta maaf, Mbak yang sabar ya, Dio telah tiada.”
Aya tidak kuat menahan semua kepedihan hatinya. Dan tak kuat juga menghadapi kenyataan. Tubuhnya pun akhirnya terjatuh pingsan.
Keesokan harinya di pemakaman Dio, banyak orang berdatangan mengantarkan kepergian Dio. Di sana pula ia bertemu dengan Dina, cewek yang dianggap Aya sebagai penghancur hubungannya dengan Dio. Dina yang semula diam mendatangi Aya.
“Mbak, masih ingat saya?”
“Ya, kenapa?”
“Maafkan saya Mbak, bukan maksud saya menyakiti hati Mbak Aya, saya hanya dimintai Mas Dio untuk menolongnya. Mas Dio itu sepupu saya Mbak, bukan pacar ataupun selingkuhan saya. Maafkan saya mbak.”
“Apa? Jadi selama ini?”
“Ya mbak, maafkan saya.”
Pengakuan itu, merupakan kenyataan yang amat perih bagi Aya, ternyata selama ini Dio tidak pernah mengkhianatinya. Terlintas sesal dalam benak Aya.
       “Seandainya saja semua bisa terulang kembali,dan Dio masih di sini, pasti akan aku berikan kepercayaanku kepadanya,sepenuhnya. Selamat jalan Dio, Selamat jalan semua.”
       Tiba-tiba pintu kamar terbuka.
       “Hi Aya, I’m sorry I’m late. I must accompany my brother to go to the dentist”, Kata Jane.
       “OK.Jane. It doesn’t matter.”
       Jane segera menuju kamar mandi, entah apa yang ingin dia lakukan di sana. Sedangkan Aya, masih tertegun menatapi foto-foto Dio di album fotonya.
       Aya tersadar, dia segera meletakkan album foto itu, dan bergegas ke kamarnya untuk berkemas-kemas menuju kampus.
       Dalam hatinya ia berkata, “Dio, terima kasih buat semuanya, kamu semangat hidupku. Meski ragamu jauh, ku yakin, kasih sayang kamu tetap milikku. Semoga kamu tenang di sana. I’ll always love you.”
“Jane, are you ready?”
“Let’s go now!”
“Ok. Aya. Let’s go!”

0 komentar:

Posting Komentar