Rabu, 26 September 2012

The Dreams Come True


Bel satu kali terdengar, pertanda ada panggilan ketua kelas. Segera aku menuju ke depan kantor untuk memenuhi panggilan tersebut. Beberapa kakak-kakak OSIS menyampaikan pengumuman yang berisikan rencana diselenggarakannya pentas seni sekolah dalam waktu yang dekat. Penyampaian pengumuman selesai, aku berlari menuju ke kelas dengan perasaan gembira, karena pentas seni yang ku tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Segera ku beri tahukan kepada teman-teman tentang isi pengumuman, sorak-sorai terdengar begitu bergemuruh layaknya berada dalam stadium . Ketika aku menanyakan apa yang bisa dipersembahkan untuk pensi kali ini, suasana menjadi hening sejenak, lalu terdengar beberapa anak berteriak, drama, menyanyi, paduan suara,dll.tapi semua itu terlalu biasa untuk ditampilkan. Kami semua menginginkan hal yang baru, yang belum pernah ditampilkan di sekolah.
“Bagaimana kalau drama musikal?,” tanya Ade.
“Iya! Tepat sekali. Keren tuh! Kita bisa tampil beda nih!,” sambung Karina.
“Gimana teman-teman,setuju?,” tanyaku pada yang lainnya.
“Setuju donk!,” jawab teman-teman secara serempak.
Beberapa hari kemudian, Karina membawa daftar lagu-lagu yang mungkin bisa kita gunakan dalam drama musikal, dan memberikannya padaku, begitu juga dengan Tegar, dia memberikan lagu-lagu yang dipesan oleh Karina.
                Hari itu sekolah kami libur, aku, Karina, Isna dan Puput berencana untuk pergi berenang, tapi sayang, Isna tidak bisa ikut, lalu Karina mengajak Nana bersama kami. Seusai renang kami sarapan dahulu, lalu beristirahat di rumahku. Daripada nganggur, ku ambil notebook-ku dan ku putar lagu-lagu yang ku minta dari Tegar kemarin. Spontanitas, kami membicarakan drama musikal kelas kami, lalu memilih ulang lagu-lagu yang kami gunakan, seraya menyusunnya menjadi serangkaian cerita yang sederhana dan disesuaikan dengan keadaan anak remaja zaman sekarang. Editing-pun juga dilakukan, ya, walaupun belum 100% jadi, setidaknya kami telah menyicilnya.
                Seminggu menjelang pensi, teman-teman baru menyadari bahwa drama musikal kami belum ditindaklanjuti. Kami pun menjadi bingung. Para pemainnya ditentukan oleh Karina dengan persetujuan teman yang lain. Aku mendapat pemeran utama, sungguh, awalnya ini adalah hal yang menantang bagiku, karena aku memiliki kebiasaan buruk, GROGI/CANGGUNG/NERVOUS atau apalah itu namanya dan juga aku tak pandai menari. Tapi tak apalah, aku berusaha untuk bisa tampil maksimal, demi teman-temanku, demi kelasku, demi kelas kita.
Siangnya, kami berkumpul dan membuat sedikit koreografinya. Tapi tetap saja kami tak dapat berlatih maksimal, karena tidak setiap hari kita dapat berkumpul, semua memiliki kesibukan masing-masing, iramanya pun juga belum jadi.
Empat hari menjelang pensi, kami kembali rutin berlatih, untuk menyelesaikan editing lagu maupun membuat gerakannya. Kami menemukan titik terang, iramanya 100% telah selesai, tinggal koreografinya masih acak-acakan. Tapi semangat kami terus terpacu untuk memberikan penampilan terbaik kami.
Secara berangsur-angsur, koreografinya pun juga selesai, tinggal pemantapannya. Kami juga sudah bisa menyesuaikan diri dengan peran kami. Tapi, sehari sebelum pensi, kami mendapat kabar, bahwa drama musikal kami belum terdaftar dalam susunan acara, dan ternyata itu disebabkan adanya kesalahpahaman saat ada panggilan ketua kelas lanjutan oleh beberapa teman kami.
Awalnya, kami sudah putus asa, tapi, segera Aku,Karina dan Puput menuju ke ruang OSIS untuk menanyakan kelanjutan dari drama musikal kami. Alhamdulillah, kami diberi kesempatan untuk mempersembahkan karya kami, dengan syarat waktunya tidak boleh lebih dari dua puluh menit.
Malam menjelang pensi, kami berkumpul di sekolah untuk menyesuaikan diri dengan panggung yang disediakan, namun malang, panggungnya belum jadi. Untuk mengisi waktu dan untuk memantapkan tampilan yang masih jauh dari harapan, kami berlatih lagi, tapi, seperti latihan-latihan yang lalu, masih saja acak-acakan. Kesabaranku serasa habis terkikis amarah oleh ulah teman-temanku, yang selalu ngomel sendiri saat diajak serius untuk berlatih. Karena malam semakin larut, kami putuskan untuk pulang.
Pagi yang cerah, aku segera bersiap berangkat ke sekolah mengenakan seragam identitas disertai jas almamater kebanggaan kami. Dengan penuh semangat dan keyakinan, kulangkahkan kakiku menuju lapangan sekolah. Kulihat teman-temanku datang mengenakan dresscode Halloween sesuai dengan hasil undian, senyum tergerai dari masing-masing individu, membuatku semakin yakin dengan kesuksesan kami dalam pensi ini.
Detik dan menit berlalu, acara demi acara telah terlewati, sungguh mengecewakan, jadwalnya tidak sesuai dengan jadwal awal yang tersebar, sungguh berantakan. Hatiku was-was menanti giliran kami untuk tampil di atas panggung. Kegelisahan menyelimuti hati, anak-anak cowok sudah putus asa dan berkeinginan untuk pulang. Terik matahari serasa memanggang kulit kami, dahaga kami juga semakin menjadi, makanan di pos-pos yang telah tersedia pun sudah habis terjual, cacing di dalam perut kami meraung-raung. Ah…andai saja aku tadi pagi membawa bekal dari rumah.
“Marilah kita saksikan, penampilan drama musikal dari kelas X-9 dengan judul Kisah-Kasih di Sekolah.” Terdengar suara MC mengawali penampilan kami.
Dag-dig-dug, hatiku berdegup kencang. Dengan pasti, ku langkahkan kakiku, ku tatap mata teman-temanku, tekat dan semangat mereka terpancar, aku yakin mereka juga merasakan hal yang sama seperti yang ku rasakan. Kami beraksi di bawah terik matahari yang menyayat kulit kami. Semua beban ku hilangkan sejenak dari benakku, ku pastikan aku terfokus pada drama musikal ini, agar aku dapat tampil maksimal. Sesaat ku lihat ke arah tempat duduk Bapak-Ibu guru, senyum, tawa, dan tepuk tangan mereka menambah semangatku untuk menuntaskan drama ini. Ku lihat kawan-kawanku, kurasakan kepuasan dalam hati mereka. Di penghujung tampilan drama, kami sengaja memberikan lagu populer dan easy listening, para anggota OSIS yang tadinya hanya heboh di tempat duduk masing-masing berlarian ke atas panggung, sungguh tidak kami duga, ternyata ini dijadikan sebagai penutup acara pensi kali ini.
“Waaaa!!! Keren Nay!!! Alhamdulillah,sesuai harapan!!,” teriak Karina penuh kegembiraan.
“Selamat teman-teman, kita sukses!!,” sambung Puput.
“Sempurna jess,keren!,” sela Yanu dengan gaya khas-nya.
“Kita sukses teman-teman!!,” teriak Lois sambil menari-nari.
“Apik cah! Sumpah!,” ucap Andhik dengan memakan kue konsumsi kami.
Puas rasanya melihat teman-teman bersatu-padu seperti ini. Alangkah gembiranya kami apabila di kelas XI dan XII nanti kita bisa satu kelas kembali. Pasti kami akan merindukan suasana pensi ini. Sungguh memang kelas kami beda dari kelas yang lain, bukan kelas yang terdiri dari anak-anak pendiam, penurut, tertib, ataupun yang lainnya, yang selalu diharapkan oleh Bapak dan Ibu guru. Tapi inilah kami.
Sepulang dari sekolah, aku termenung di depan notebook-ku, sambil mendengarkan irama drama musikal kami, suasana pensi masih membayangi di setiap hembus nafas yang ku hirup. Entah apa yang menyelinap dalam otakku, fikiranku melayang ke mana-mana. Alangkah bahagianya kami sebagai peserta didik apabila dalam setiap kegiatan yang kami lakukan selalu didampingi oleh guru-guru yang selalu memberikan support kepada kami. Bukan berarti tidak mandiri, tapi sesungguhnya motivasi dari Bapak beserta Ibu guru sangatlah kami butuhkan dalam melakukan segala hal.
Sampai jumpa di Kisah-Kasih di Sekolah Part Two tahun depan!!!!!!

(cerpen ini dibuat setelah pentas seni SMANESA tahun 2010)

0 komentar:

Posting Komentar