“Welcome to SMANESA de’.”
Tiba-tiba SMS itu ku terima saat ku langkahkan kakiku memasuki sekolah baruku. Kedatangan SMS tak diundang itu memacu semangatku untuk terus melangkah menuju halaman tengah sekolah yang ku impikan sejak aku duduk di bangku Sekolah Dasar ini. Senyumku berkembang ketika ku melihat sesosok orang yang ku kenal, orang yang mengirimi SMS itu padaku.
“Langsung masuk kelas Pluto aja de’, tuh kelasnya.” Ucapnya sambil menunjuk ruang kelas yang ditujukan.
“Makasih Kak, ntar masuk ke sana?” tanyaku.
“Ehmm, nggak de’ kayaknya, sudahlah, banyak temennya kok.” Jawabnya.
Tak sulit bagiku menemukan kelas yang dia tunjukkan padaku, karena aku telah mengetahui seluk beluk sekolah ini sejak aku masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak. Ku lihat di papan nama depan kelas, ya, namaku memang telah tercantum di sana. Ku perhatikan satu-persatu, mungkin saja ada seseorang yang ku kenal. Ternyata, aku tak sendiri di kelas ini, ada tujuh teman sekelasku di SMP yang juga masuk di kelas ini. Selain itu, juga banyak teman-teman satu SMP-ku dahulu yang juga masuk di kelas ini.
Sengaja aku duduk di bangku nomor dua dari belakang, karena aku ingin mengamati karakter teman-teman baruku, di samping aku ingin menghafal wajahnya, maklum, banyak juga yang berasal dari luar SMP-ku dulu. Kegiatan demi kegiatan ku lalui, mulai dari perkenalan, apel pagi, latihan baris-berbaris, serta permainan. Karena aku masih merasa asing dengan suasana kelas ini, aku memilih untuk diam, kalaupun berbicara atau bercanda, aku hanya dengan teman sekelasku SMP dan teman SMP-ku yang kenal dekat denganku. Aku masih ingat betul, saat permainan, kami disuruh memilih 3 dari 11 orang yang harus kami selamatkan saat berada dalam gedung yang akan runtuh. Saat itu, aku sebagai jubir dari kelompok D berdebat dengan jubir dari kelompok A, yang kebanyakan beranggotakan alumni dari Mts. Namanya Miftakhul, ya, dia Miftakhul, orang plin-plan yang waktu ngomong sama sekali nggak dipikir dahulu. Bisa dibilang aku sangat angkuh saat itu, karena aku memang sangat tidak menyukai kelas ini, aku ingin sekelas lagi dengan teman sekelasku waktu SMP dulu.
Dari Pra-MOS hingga menjelang MOS, aku masih saja seperti itu, menutup diri dari teman-teman yang berasal dari sekolah lain, namun, di penghujung MOS, mau tidak mau aku harus membuka diri untuk semua teman-temanku, karena kami harus mempersembahkan karya seni kami dalam pentas seni MOS. Not bad, ternyata teman-temanku sekarang tak seburuk yang ku bayangkan.
Masa MOS berakhir, kelas tetap kami pun diumumkan, namaku tetap tercantum di kelas ini, ada beberapa diantara kami yang dipindah, mereka adalah Dedik Triambodo (Emblo/Gembot, yang biasanya dijadikan kalah-kalahannya anak-anak sekelas), lalu Wiji Putri, dan Septiana Putri (Asep). Di samping itu, kelas kami juga kedatangan murid baru, mereka adalah Yanuardi Firmansyah (Yayan/Cungkring/ Yancung), Anggi Agustinasari (yang juga temanku sekelas saat SMP), Rodinda Laras Yekti (Dindul), dan Dinang Sohendri (Ayank Suhay-kyu,”hahaha”/Udin).
Setelah beberapa hari berada di kelas ini, aku merasa nyaman, ya, walau belum semua aku kenal, tapi sedikit demi sedikit, agak nyambunglah, daripada kemarin.
Tiba saat persami, aku terlambat, karena sebelumnya aku pulang telat dikarenakan latihan paduan suara. Kedatanganku disambut dengan tatapan mata orang di sekelilingku. Rasanya sangat risih, tapi mau tak mau aku harus menerimanya, resiko jadi orang terlambat, hahaha. Kegiatan demi kegiatan kulalui, hingga malam pun tiba. Upacara sebelum penyalaan api unggun pun dimulai, karena aku datang agak akhir, aku dapat tempat pojok kiri paling belakang, sangat menyeramkan, tempatnya gelap, dan penghuninya anak-anak cewek semua. Hingga api unggun telah menyala, kami bernyanyi bersama, tiba-tiba, muncul sesosok makhluk halus menghampiri kami, aku berlari tanpa tahu arah, hingga aku masuk ke dalam suatu ruangan, ku tutupi kepalaku menggunakan topi pramukaku, lampu menyala, ku lihat sekeliling ruangan, AKU SALAH MASUK KELAS, semua yang melihat tingkahku tertawa, aku malu, dengan segera berlari bergabung dengan teman-teman yang lain. Malam semakin larut, anak-anak diminta segera masuk ke dalam ruangan masing-masing untuk tidur. Tepat pada pukul 12 malam, ada panggilan untuk peserta persami, kami diberi tahu tentang akan diadakannya ---- di gunung ja’as, gunung yang terkenal angker. Kami membuat kelompok yang terdiri dari anak-anak cowok dan cewek. Dalam perjalanan aku berkenalan dengan sesosok orang yang ternyata teman sekelasku, namanya Andhik (marfu’ah,hehehe), sok cool be.ge.te.dah!!
(Cerpen kelas satu SMA, review :D )
0 komentar:
Posting Komentar