Dalam
bidang botani, zoologi, mineralogi, karya orang Arab mencakup gambaran dan
daftar berbagai macam tanaman, binatang, dan batuan. Beberapa di antaranya
memiliki kegunaan praktis, yakni ketika karya tersebut dihubungkan dengan
bidang farmakologi dan perawatan medis.
Selain disiplin-disiplin ilmu di atas, sebagian umat
Islam juga menekuni logika dan filsafat. Sebut saja al-Kindī, al-Fārābī (w. 950
M), Ibn Sīnā atau Avicenna (w. 1037 M), al-Ghazālī (w. 1111 M), Ibn Bājah atau
Avempace (w. 1138 M), Ibn Ṭufayl atau Abubacer (w. 1185 M),
dan Ibn Rushd atau Averroes (w. 1198 M). Menurut Felix Klein-Franke, al-Kindī
berjasa membuat filsafat dan ilmu Yunani dapat diakses dan membangun fondasi
filsafat dalam Islam dari sumber-sumber
yang jarang dan sulit, yang sebagian di antaranya kemudian diteruskan dan
dikembangkan oleh al-Fārābī. Al-Kindī sangat ingin memperkenalkan filsafat dan
sains Yunani kepada sesama pemakai bahasa Arab, seperti yang sering dia
tandaskan, dan menentang para teolog ortodoks yang menolak pengetahuan asing. Menurut
Betrand Russell, Ibn Rushd lebih terkenal dalam filsafat Kristen daripada
filsafat Islam. Dalam filsafat Islam dia sudah berakhir, dalam filsafat Kristen
dia baru lahir. Pengaruhnya di Eropa sangat besar, bukan hanya terhadap para
skolastik, tetapi juga pada sebagian besar pemikir-pemikir bebas
non-profesional, yang menentang keabadian dan disebut Averroists. Di Kalangan filosof profesional, para pengagumnya
pertama-tama adalah dari kalangan Franciscan dan di Universitas Paris.
Rasionalisme Ibn Rushd inilah yang mengilhami orang Barat pada abad pertengahan
dan mulai membangun kembali peradaban mereka yang sudah terpuruk berabad-abad
lamanya yang terwujud dengan lahirnya zaman pencerahan atau renaisans.
Ilmu Pengetahuan Zaman Renaisans dan Modern
Michelet, sejarahwan terkenal, adalah orang pertama yang
menggunakan istilah renaisans. Para sejarahwan biasanya menggunakan istilah ini
untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya di Eropa,
dan lebih khusus lagi di Italia sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Agak sulit
menentukan garis batas yang jelas antara abad pertengahan, zaman renaisans, dan
zaman modern. Bisa dikatakan abad pertengahan berakhir tatkala datangnya zaman
renaisans. Sebagian orang menganggap bahwa zaman modern hanyalah perluasan dari
zaman renaisans. Renaisans adalah periode perkembangan peradaban yang terletak
di ujung atau sesudah abad kegelapan sampai muncul abad modern. Renaisans
merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung
arti bagi perkembangan ilmu. Ciri utama renaisans yaitu humanisme,
individualisme, sekulerisme, empirisisme, dan rasionalisme. Sains berkembang
karena semangat dan hasil empirisisme, sementara Kristen semakin ditinggalkan
karena semangat humanisme.
Tokoh penemu di bidang sains pada masa renaisans (abad
15-16 M): Nicolaus Copernicus (1473-1543 M), Johanes Kepler (1571-1630 M),
Galileo Galilei (1564-1643 M), dan Francis Bacon (1561-1626 M). Copernicus
menemukan teori heliosentrisme, yaitu matahari adalah pusat jagad raya, bukan
bumi sebagaimana teori geosentrisme yang dikemukakan oleh Ptolomeus (127-151).
Menurutnya, bumi memiliki dua macam gerak, yaitu perputaran sehari-hari pada
porosnya dan gerak tahunan mengelilingi matahari. Teori ini melahirkan revolusi
pemikiran tentang alam semesta, terutama astronomi. Kepler adalah ahli
astronomi Jerman yang terpengaruh ajaran Copernicus. Dialah yang menemukan
bahwa orbit planet berbentuk elips; bahwa planet bergerak cepat bila berada di
dekat matahari dan lambat bila jauh darinya. Galileo adalah ahli astronomi
Italia yang melakukan pengamatan teleskopik dan mengukuhkan gagasan Copernicus
bahwa tata surya berpusat pada matahari. Inkuisi takut akan penemuannya dan
memaksanya meninggalkan studi astronominya. Dia juga berjasa dalam menetapkan
hukum lintasan peluru, gerak, dan percepatan. Dialah penemu planet
Jupiter yang dikelilingi oleh empat buah bulan.
Selanjutnya
tokoh penemu di bidang sains pada zaman modern (abad 17-19 M): Sir Isaac Newton
(1643-1727 M), Leibniz (1646-1716 M), Joseph Black (1728-1799 M), Joseph
Prestley (1733-1804 M), Antonie Laurent Lavoiser (1743-1794 M), dan J.J.
Thompson. Newton adalah penemu teori gravitasi, perhitungan calculus, dan
optika yang mendasari ilmu alam. Pada masa Newton, ilmu yang berkembang adalah
matematika, fisika, dan astronomi. Pada periode selanjutnya ilmu kimia menjadi
kajian yang amat menarik. Black adalah pelopor dalam pemeriksaan kualitatif dan
penemu gas CO2. Prestley menemukan sembilan macam hawa No dan oksigen yang
antara lain dapat dihasilkan oleh tanaman. Lavoiser adalah peletak dasar ilmu
kimia sebagaimana kita kenal sekarang. J.J. Thompson menemukan elektron. Dengan
penemuannya ini, maka runtuhlah anggapan bahwa atom adalah bahan terkecil dan
mulailah ilmu baru dalam kerangka kimia-fisika yaitu fisika nuklir.
Perkembangan ilmu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi,
ekonomi, kalkulus, dan statistika, sementara pada abad ke-19 lahirlah
pharmakologi, geofisika, geomophologi, palaentologi, arkeologi, dan sosiologi. Pada tahap selanjutnya, ilmu-ilmu zaman modern
memengaruhi perkembangan ilmu zaman kontemporer.
Ilmu Pengetahuan Zaman Kontemporer
Perbedaan antara zaman modern dengan zaman kontemporer
yaitu zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad
ke-15, sedangkan zaman kontemporer adalah era perkembangan terakhir yang
terjadi hingga sekarang. Perkembangan ilmu di zaman ini meliputi hampir seluruh
bidang ilmu dan teknologi, ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi,
psikologi, ekonomi, hukum, dan politik serta ilmu-ilmu eksakta seperti fisika,
kimia, dan biologi serta aplikasi-aplikasinya di bidang teknologi rekayasa
genetika, informasi, dan komunikasi. Zaman kontemporer identik dengan rekonstruksi,
dekonstruksi, dan inovasi-inovasi teknologi di berbagai bidang.
Sasaran rekonstruksi dan dekonstruksi biasanya
teori-teori ilmu sosial, eksakta, dan filsafat yang ada sudah ada sebelumnya,
sementara inovasi-inovasi teknologi semakin hari semakin cepat seperti yang
kita saksikan dan nikmati sekarang ini. Teknologi merupakan buah dari
perkembangan ilmu pengetahuan yang dikembangkan dari generasi ke generasi.
Komputer merupakan hasil pengembangan dari perkembangan listrik (elektronika)
yang pada awal penemuannya oleh Faraday belum diketahui kegunaannya. Penemuan
bola lampu oleh Edison disusul oleh penemuan radio, televisi, dan komputer.[35]
Dari komputer berkembang ke PC (private computer), lap top, dan terakhir
simuter yaitu komputer jenis PDA (personal digital assistans).[Semua contoh ini
merupakan bukti bahwa penemuan teknologi sebagai buah perkembangan ilmu masih
berkaitan dengan penemuan-penemuan sebelumnya yang kemudian dikembangkan dengan
ukuran fisik yang semakin kecil, tetapi memiliki beragam keunggulan yang lebih
besar.
Salah satu hasil teknologi yang menakjubkan dan
kontroversial adalah teknologi rekayasa genetika yang berupa teknologi kloning.
Dr. Gurdon dari Universitas Cambridge adalah orang pertama yang melakukan
teknologi ini pada tahun 1961. Gurdon berhasil memanipulasi telur-telur katak
sehingga tumbuh menjadi kecebong kloning. Pada tahun 1993, Dr. Jerry
Hall berhasil mengkloning embrio manusia dengan teknik pembelahan. Pada tahun
1997, Dr. Ian Wilmut berhasil melakukan kloning mamalia pertama dengan
kelahiran domba yang diberi nama Dolly. Pada tahun yang sama lahir lembu
kloning pertama yang diberi mana Gene. Pada tahun 1998, para peneliti di
Universitas Hawai yang dipimpin oleh Dr. Teruhiko Wakayama berhasil melakukan
kloning terhadap tikus hingga lebih dari lima generasi. Pada tahun 2000, Prof.
Gerald Schatten berhasil membuat kera kloning yang diberi nama Tetra. Setelah
berbagai keberhasilan teknik kloning yang pernah dilakukan, para ahli malah
lebih berencana menerapkan teknik kloning pada manusia.
Tabel
di atas belum mencakup semua ilmu pengetahuan, karena menurut Jujun
Suriasumantri, ilmu pengetahuan dewasa ini telah berkembang menjadi sekitar 650
cabang. Di samping sudah ada pemberdayaan antara ilmu-ilmu alam atau natural
science dengan ilmu-ilmu sosial, dikenal pula dengan pembedaan ilmu dan ilmu
terapan. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, menurut Chalmers, diperkirakan
sejak 400 tahun yang lalu, yaitu sejak Copernicus, Galileo, Kepler, dan yang
lebih jelas lagi sejak Francis Bacon pada abad ke-15 dan 16 sebagai ahli
filsafat ilmu yang mengemukakan perlunya suatu metode dalam mempelajari
pengalaman. Bacon menekankan bahwa eksperimen dan observasi yang intensif
merupakan landasan perkembangan ilmu.[39]
Fakta-fakta
di atas menunukkan bahwa perkembangan ilmu tidak bisa dilepaskan dari rasa
keingintahuan yang besar diiringi dengan usaha-usaha yang sungguh-sungguh
melalui penalaran, percobaan, penyempurnaan, dan berani mengambil resiko tinggi
sehingga menghasilkan penemuan-penemuan yang bermanfaat bagi suatu generasi dan
menjadi acuan pertimbangan bagi generasi selanjutnya untuk mengoreksi,
menyempurnakan, mengembangkan, dan menemukan penemuan selanjutnya.
Faktor-faktor inilah yang kemudian menjadi pemacu bagi pesatnya perkembangan ilmu
yang melatarbelakangi semakin cepatnya penemuan dalam bidang teknologi yang
kadang membuat sebagian orang terlena karenanya sehingga tidak sadar bahwa
sebagian ilmu yang disalahgunakan bisa menjadi ancaman serius bagi kehidupan
mereka.
Poin
penting yang perlu dicatat di sini adalah pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan harus diimbangi dengan pengembangan moral-spiritual manusianya,
karena sebagaimana kita tahu, perkembangan ilmu pengetahuan selain berdampak
positif, ia juga berdampak negatif bagi kehidupan manusia. Dampak positifnya
adalah semakin mempermudah kehidupan manusia, sementara dampak negatifnya
adalah semakin mengancam kehidupan mereka. Oleh karena itu, agar tatanan
kehidupan manusia di dunia ini tetap lestari, maka perkembangan ilmu mesti diiringi
dengan pengembangan moral-spiritual manusia itu sendiri. Perkembangan ilmu
tanpa pengembangan moral-spiritual bisa menjadi ancaman bagi kehidupan manusia
seperti yang bisa kita rasakan akhir-akhir ini yang berupa penyalahgunaan
teknologi nuklir. Demikian pula pengembangan moral-spiritual tanpa diiringi
perkembangan ilmu bisa menjadikan sebagian manusia kurang kreatif seperti yang
terjadi pada orang Kristen pada zaman kegelapan Eropa. Dengan kata lain, antara
otak dan hati harus mendapatkan porsi perhatian yang seimbang. Sejarah sudah
membuktikannya. Sejarah merupakan disiplin ilmu yang memiliki validitas
kebenaran yang tinggi sehingga layak dijadikan bahan untuk mengambil pelajaran
(‘ibrah).
0 komentar:
Posting Komentar